About Me

My photo
Munich, München, Germany
Logical Development in Indonesia, Original Ideas, Rules, Politics, Science and Landscapes Architectures Technology with Philosophy Approaches

Saturday, 12 August 2017

Happy your Easter Holiday



When your eyes
 looks the sky
 my heart left on the aisle ways
 when the rain turn our lines
 you can see flowers grew up and looking the rails
                         
old and dark
could and crags
                         
The Easter day climb on the story
 I do not have a destiny
 I climb after rainy
and your face attached to easy
                                         
I climb of the wall because human was highly
the raise should be looking at the sky
the raise of straight in my eyes to up seem destiny
                           
on the destiny
or story
so not easy to understand
To little my foot
and stride the root

                 
( Cologne Germany, April 2014)


Tuhan Kepada Siapa Rakyatku Berlindung

Tuhan Kepada Siapa Rakyatku Berlindung

By. Nahdia El

Tuhan kepada siapa rakyatku berlindung
Di negeri yang tak memiliki cinta
Di negeri yang hilang rasa dan kemanusiaan
Di negeri yang dihargai murah nyawa manusia
Di negeri dimana lidah menari nari menipu akal dan nurani

Tuhan Kepada Siapa Rakyatku menuntut
Di rumah rumah hantu pemakan mayat
Di kepala kepala politisi berkorporasi
Di wajah wajah koruptor pemenggal kepala
Di istana istana yang melahirkan anak anak raja yang lalim
Di kamar kamar mesum yang melahirkan anak anak negeri

Tuhan Kepada siapa rakyatku menyimpan rasa takut
Takut suatu hari kelaparan bukan lagi ancaman
Takut suatu hari nyawa melayang karena menulis puisi
Takut suatu hari keadilan dan kebenaran tak musti disuarakan
Takut koruptor negeri ini menguasai nyawa kami

Tuhan
Tuhan
Tuhan

Kusebut engkau, karena tak ada lagi yang tersisa

Tuesday, 8 August 2017

Marah

M a r a h

By. Nahdia El Lathief

Orang yg marah itu mengubah istiqomah
Marahlah kemudian ketika harga diri negaramu karam
Orang yg mencintai dia menundukkan marah dan dengki
Namun buat apa mencintai negeri kalau engkau marah marah setiap hari

Pecinta itu juga pemarah seperti kamu
Namun marahnya pada para pembenci

Marah
Adalah bagean paling rendah dari nafsu
Yg tidak dikelola
Namun bila engkau kelola dg baik
Dan jujur
Marahmu bisa mengguncang dunia
Menciptakan energi, kritis dan pemberani

Tapi,
Marah
Apabila kau ungkapkan dengan bahasa yg hina
Memaki maki
Ada bagean dari dirimu nanti yang akan terbuka
Sama hinanya ketika engkau menelanjangi diri

Bila kamu sedang marah,
Itu pertanda engkau sedang memperhatikan sesuatu
Yaitu Mencinta dg kebencian
Terus bagaimana
Cinta kok dg kebencian
Cinta itu jujur
Jujur itu cinta
Jadi bila engkau memilih cinta dari kejujuran
Engkau tak perlu ragu menjadi sedikit saja marahnya
Bukan membenci

Musthofa Bisri

Sajak Buat #MustofaBisri

By. Nahdia El Lathief

Aku melihat lelaki yg dengan setia mencintai istri
Adalah engkau
Dan aku melihat wajah yg sangat sempurna dalam diam
Ketika ku merasa begitu sangat cemburu sebagai pencari makna
Engkau tak melihatnya guratan kepandaian yg bisa kau jual
Ataupun mengambil kesempatan buat kemahsyuran
Aku mengikutimu, mengikuti langkahmu guru
Kakek namun energinya akupun kalah
Bahkan dalam ilmu bathiniah
Akupun tak ada apa apa
Apalagi ilmu cinta dan kesetiaan

Ketika aku merasa bhwa ilmuku berguna
Aku malu membaca wajahmu
Ketika aku merasa paling suci
Aku malu meliha cahaya hatimu
Ketika aku merasa paling setia
Aku kalah bersaing denganmu

Mustofa Bisri
Engkau guru yg tak pernah kutemui
Sampai kini

PULANG

PULANG

by. Nahdia El Lathief

Memelukmu, dg hati penuh rindu
Disanalah negeriku, ingin kutitipkan cinta
Putih, tenang dan bersinar
Memandangmu dari jauh
Dari negeri yg membuatku merana
Aku ingin pulang segera
Dan menanammu benih
Di hatimu
Engkau  sudah kuzikiri setiap hari
Andai kau tau itu
Hidup berdiri disemua posisi
Dan arah mata angin
Itu tidak mudah
Tetap ada bumi yg rela dipijak
Namun,
Rinduku kadung bergelora
Suaramu tak surut
Memanggil manggil namaku
Bila kupeluk engkau nanti
Dipelabuhan antar zaman
Kucium engkau sebelum pagi
Sebelum rentetan kecemburuan tiba

November, 6 2016

SEBENARNYA

Sebenarnya

By. Nahdia El

Sebenarnya aku dan kamu sama
Aku menari disisi kanan engkau mencaci disisi kiri
Engkau menyebut paling benar aku menyebutmu dungu bak kerbau
Aku berpikir sedikit mandiri kamu itikiwir kadung jatuh hati
Sebenarnya kamu dan aku sama sama bodohnya
Terperangkap emosi yg bergolak sendiri
Pertarungan semu
Pertarungan jemari
Diruang ruang semu

Sang maha kuasa membuat kita berseteru
Sang pemilik negeri suka kita bertarung
Saling memaki
Dan anehnya engkau mengikuti aliran darah yg terlanjur kau dewakan sendiri
Hidupmu bak kotak segi empat
Dan balok balok keberpihakan

Sebenarnya aku dan kamu ini sama goblognya
Melihat tulisan beranda orang bagean dari permusuhan
Bukannya membuka beranda orang karena mungkin saja
Dalam pikiran kerdil kita nan terbatas, mungkin ada pikiran kecil yg bisa menjadi pelajaran

Sebenarnya kita ini sudah tua
Kalau tidak siap bertarung kata kata
Dan mengambil kebijaksanaan
Mendingan kamu tutup ponselmu
Dan hiduplah dengan dunia nyata

Karena tempat ini
Mengajari kita
Tentang apa arti mendengarkan
Pikiran paling terkecil dari bisikan kalbumu
Berteman dg perbedaan
Dan semakin kuatnya persaingan

Ya Robbi sholli

Nasabun tahsibul ‘ulâ bihulâh
qalladathâ nujûmahal jawza-u
Habbadza iqdu sudadiw wa fakhari
Anta fihil yatimatul asmâu 
Ya Rabbi shalli ‘alâ Muhammad
Ya Rabbi shalli ‘alaihi wa sallim
Ya Rabbi balligh-hul wasîlah
Ya Rabbi khush-shah bil fadhîlah
Ya Rabbi shalli ‘alâ Muhammad
Mâ lâha fil ufuqi nûru kawkab 
anta syamsun anta badrun Anta nurun fawqa nuri
Anta kasy-syamsi fi tanwiri qulubin nas 
anta kal badri fil taksyifi zhulamiz zamani 
anta fil anbiya-i ka nurun fawqa nuri 
Fahtazzal ‘arsyu tharaban was-tibsyâra 
Waz-dâdal kursiyyu haibatan 
wa waqâra wam-tala-atis samâwâtu anwârawa dhaj-jatil mala-ikatu tahlîlan wa tanjîdan was-tighfâra
Wa lam tazal ummuhû tarâ anwâ’an min fakhrihî wa fadhlihî ilâ nihâyati tamâmi hamlih 
Falammâsy-tadda bihâth-thalqu bi-idzni rabbil khalqi 

wadha’atil habîba shallallâhu ‘alaihi wa sallama sâjidan syâkiran hâmidan ka-annahul badru fî tamâmih

Aku dan Ibu

Aku dan Ibu

By. Nahdia El Lathief
( buat Ibunda Ruchiyati Hasan )

Ibu,
Engkau pengganti wajah Ayahku
Senyummu adalah mata air jernih yg mengaliri gurun
Ibu wajahmu tercantik dari bingkai wajah dunia
Yg melapisi darah putra putrinya dg cinta dan pesona

Bila aku jauh darimu
Seperti Engkau jauhkan aku dari perkasanya Ayah
Nasehatmu menjadikan tanganku menjadi sayap elang
Mengitari dunia tanpa rasa takut
Bila aku merasa letih
Karena hidup
Maka perisai doamu menjadikanku angin yg bertiup
Lembut dan menyelinap disetiap kawan yg membutuhkan

Ibu,
Akupun Ibu
Yang memiliki cakra MU
Dan bila anakku menjadi besar
Cakarku sudah menancap kuat di Bumi
Dan kubiarkan generasi yg kulahirkan menjadi elang
Ibu tak pernah menunggu anaknya kembali buat membahagiakannya
Ibu tak pernah berharap anak menghidupinya
Setiap Ibu yang lahir adalah perkasa
Pelindung Alam semesta

(22 des 2016, di hari Ibu)

Rakyat membatik berkumpullah

Rakyat membatik berkumpullah

By. Nahdia El Lathief



Puisi ini kuukir kuat dg hati ketika melihat engkau menari dihatiku
Terasa bergetar mencium bau malam sehari
Menorehkan lukisan bagai menegaskan hasrat dan cinta suci
Aku sudah jatuh sejak engkau bangun  dan menggelar kain putih disisi tungku
Dari sanalah awal satu titik
Dari lintasan garis cakrawala kerinduan, yg hinggap disaat manusia sekarang tak tau bagaimana menuliskan keindahan
Kalian sudah
Beribu ribu warna hati dan keinginan
Zikir abadi
Dikumpulkan
karena MU
Sang pemahat dan pembatik cinta

Aku tau
Dibelahan bumi mana engkau sedang membangun negeri ini
Aku tau
Diruang mana engkau isi warna warna yg terang
Sebelum kau jemur di padang ilalang
Kau larutkan hatiku luruh bersama gema nafasmu
Harapan

Aku sudah memahami puisi batikmu
Dibelahan benua sana dengan memakainya
Bukankah begitu manusia sekarang tak lagi melihat tanganmu yg coklat
Manusia sekarang tak lagi memakai baju penuh warna keindahan
Mereka kembali menyukai kain putih juluran
Seolah hidup semuanya kosong
Tanpa zikir dan cinta
Dan kesabaranmu melukisku

Puisiku Masih Buat Engkau

Puisiku masih buat engkau

By. Nahdia El

Aku tau engkau sedang terluka
Lelakiku diujung senja
Meski kau tak pernah sadari dimalam dan siang hari
Aku menciptakan puisi
Lukisan indah yg kusembunyikan dari sini
Bagai masterpiece karya architecture ku yang tak terjual
Oleh murahnya harga kelamin saat ini
Mari kesini, kukecup lukamu barusan
Engkau terlalu jauh berlari menjauhiku
Mendekati yang lebih mempesona dari cinta
Aku masih diam membisu
Tak beranjak dari tempatku duduk dulu
Bangku tua dekat jembatan dibatas kota
Engkau genggam tanganku
Dan berbicara
Batas kota dan peradaban akan memisahkan kita
Untuk waktu yg sangat lama
Dan aku mengangguk
Berjanji tak akan menghitungnya

DOA UNTUK NU

DOA UNTUK NU, DOA BUAT BANGSA

Nahdia El Lathief

Ya Allah, hentikanlah kalau engkau bisa menghentikan
Carut marut negeriku ini
Manusia berduyun duyun membawa bara api
Membakar rumahnya sendiri
Ya Allah, turunkanlah udara sedingin salju di eropa
Tuk memulihkan udara yang panas di dalam kota
Anak anak beramai ramai mencaci ibunya
Betapa sedihnya negeriku penuh luka

Ya Allah, aku tak butuh ulang tahun kalau begini
Bila umurku yg tua, 91 tahun. Namun jiwaku masih kerdil
Aku malu dg usiaku tanpa busana

Ya Allah, mengapa bangsaku menjadi beringas
Baru kulihat di jamanku, orang bekelahi tak dilerai
Namun dipinjami pisau
Terus bagaimana dengan jaman anakku nanti ?
Baru kulihat di jamanku, orang suka melihat saudaranya teluka, tidak kau obati
Namun kau tambai air cuka sambil tertawa
Terus bagaimana dengan jaman anakku nanti ?

PUISI UNTUK ANIS DAN AHOK

PUISI UNTUK ANIS DAN AHOK

by. Nahdia El Lathief

Kita yang kehilangan seteru abadi dikaki bukit ini, mungkin wajah itu sudah dibuang habis dipadang musim
Hanya aku yang mengibarkan pertarungan batin
Bukan umbul umbul perkawinan
Sejak lama manusia desa berubah rubah menanam rumput di ladang
Kadang onak dibakar abis hingga menghitam
Kadang dibiarkan gatal dimakan serangga penghisap darah
Namun aku masih saja melihat kalian penuh cinta
Tanpa ku korek masa silam hanya untuk menuai suara
Pada umumnya tak ada satupun manusia yg tak punya cela
Kalau itu kau untit dan kau cari cari celahnya

Aku suka menempatkan diriku sebagai orang tua
Bukan gadis remaja yang sedang jatuh cinta
Sebagai orang tua tentu tak akan berkata anakku anis lebih hebat dari ahok
Namun pasti aku akan mengatakan pada kalian ayo ahok berprestasilah jangan mau kalah dengan anis
Begitulah aku akan selalu menjadi orang tua, ketika musim semi tiba

Kita yang kehilangan seteru sejati dari dahulu kala
Tak sadar beribu ribu tahun beternak ulat dan tambah menggila
Ulat partai yg gemuk dan berliur
Seperti menggembalakan banteng liar dipadang savana
Rumputpun habis karena terlalu banyak dan beranak pinak, tak cukup sudah kandangnya, terlalu sempit
Kalau pun harus membuat kandang binatang ternak yang lebih besar lagi, aku butuh rumahmu
Rumah tetanggaku
Rumah rumah tuhanmu
masjid dan gereja

Bahkan buat menabung suara tahun 2018
Ridwan kamilpun ikut membuat kandang cepat cepat
Karna memang
Beternak binatang piaraan seperti kuda, banteng dan babi
Memang memabukkan
Apalagi bisa buat tunggangan
Meski harus membuat satu kandang lagi
Tak cukup sudah satu pilihan, harus lebih besar lagi
Engkau butuh rumahku
Rumah tetanggaku
Rumah anak yatim
Rumah rumah Tuhanku
Masjid dan gereja

Puisi ini untuk kalian
Yang gamang memilih seteru
Seterumu bukan anis apalagi ahok
Seterumu adalah dirimu sendiri

SANG PECINTA 2

Nahdia Arts

Sang Pecinta

Kalau engkau menolakku kekasihku,
Kemana akan kubawa rindu
Jika engkau memalingkan muka
Kemana akan kudapatkan Pengetahuan tentangNya
Bila engkau tak merengkuh kegelisahanku,
Dimanakah kan kusembunyikan detak jantungku
Dibawah cahayaMU
Aku
Membawa harapan
Untuk pecinta

MUSTHOFA BISRI 2

Rinduku

( masih untuk Gus Mus )

By. Nahdia El Lathief

Rinduku duh Rinduku
Semakin pecah
Rinduku padamu
Rindu para penghisap darah
Rinduku duh rinduku
Rindu para penyamun
Perampok negerimu

Cintaku padamu duh sang maha pemilik Rindu
Rindu dan rinduku menundukkan amarah di kalbu

Engkau masih kudzikiri
Meski aku tak pernah KAU temui
Rinduku
Duh Guru
Rindu pertapa suci

Tak ada seorangpun yang bisa mengajari orang
kehilangan
Pada MU, sang wahid
Mata, hati dan tubuh mereka mati
Getaran haluspun tak bernadi
Benar benar mati
Benar benar mati
Benar benar mati
Guru
Bagaimana
Aku menghidupkan kembali?

BANGSA YG TERLUKA

Bangsa yg Luka

By Nahdia El

Tidak ada lagi sapaan lembut malaikat rahman
Pada facebooker dan pecinta sosmed
Atau mereka yg gelisah di jalan jalan para pendemo
Yang ada degup genderang perang
Yang ditabuh sang pecinta
Dua sisi

Kehilangan teman setiap hari
Kehilangan bangsa sendiri
Kehilangan senyum setiap hari
Mengisi amunisi tiada henti

Kehidupan ini begitu kering
Air mata dan kebencian begitu nyata
Orang orang semakin suka mengikat tangannya dengan tali
Terus mendorong temannya untuk berkelahi
Atau menggiring mereka kepinggir jurang

Sudah,
Sayup sayup aku dengar
Para tentara meninggalkan pasukannya
Dia sang raja tak lagi berdaya
Diam seribu basa disandera oleh kuasa

Dan
Gelombang pemilik modal
Atau alien yang berdatangan bak lebah
Yang tak memiliki hak buat mewakili nama bangsa ini
Masih disandingkan oleh puja dan puji citra
Bahkan rela lacurkan gadis perawanmu
Ditukar dengan kehormatanmu
Kedigdayaan melawan musuhmu

Oooh..... hidup bumiku pertiwi
Tinggal seujung jari
Sekarat
Dan mati

Kita melihat ada obatnya
Namun kita mengacuhkannya
Sepertinya melukai diri sendiri sudah menjadi pilihan negeri ini
Dibandingkan melepaskan mereka
Dengan new federalisme
Tapi bahagia dan harapan
Nyata

Lebih baik memilih mati dan terluka
Namun gema gema dan bendera NKRI harga mati diperebutkan kita tiada tara
Menjadi simbol yang tak terpahami

Hanya sihir
Dan idiom yang tak termaknai
Masih kau amini
kembali diikat bersama sama
Dengan kawat dan suara derap kaki pasukan bersenjata
Membabi buta
Menembaki bayi bayi yg tumbuh tiada dosa
Ritme nya seperti suara mesiu
Tapi kadang kadang seperti mantra

DIHATIKU, ADA

Di Hatiku, ada

By. Nahdia El Lathief

Tulisan itu lebih tajam dari suara yang dibunyikan
Mungkin itu, dalam setiap karyaku, tak pernah kutanam nama
Namun dalam setiap syairku,
Aku berubah menjadi serigala, kukencingi pulau pulau
Buat penanda;
Bahwa aku pernah kesana

Engkaupun akan menemukan sebatang dahan yang lapuk
Rayap dan ngengat sudah lama mengerat
Tidak cuman tikus selokan

Di hatiku ada
Semua yang kau mimpikan
Tinggal engkau memanggilnya

Jangan engkau berharap
Benteng yang kokoh berdiri ditengah
Kota, tiba tiba menghampiri kesatria
Yang ada, engkau yg mengetuk
Di hatiku, ada
Pintu
Kubuka

Kemudian, penyamun, penipu, pezina, perampok uang, penjilat, dan penjarah kata kata
Bersolek bak anak kecil yg tak lugu lagi
Dijarah kebencian
Karena ulah peranakan yg kehilangan percaya diri
Membabi buta
Mencolok mataku

Dihatiku, masih ada
Sebongkah kesabaran
Kesadaran
Siap melahirkan
Ribuan anak muda
Petarung
Bertanding
Tanpa menjarah
Kata kata
Yang lahir di dinding kehancuran sebuah bangsa

Beginilah Generasi Kita

BEGINILAH GENERASI KITA

Generasi kita gimana gak jadi pembully?
Orang tua aja kerjannya sudah membully anak sendiri,
tiap kali ujian tiba, anak sudah diplototi belajar,
pulang skolah yg ditanya nilaimu berapah..
ketimbang sudah sholat belum,
nilai turun sedikit banding bandingin dengan anak tetangga.

Generasi kita gimana gak akan berebut kekuasaan?
Baru masuk TK aja, anak sudah di ajarkan bagaimana berebut kursi paling depan
Generasi kita gimana mau diperhitungkan?
Setiap kali orang tua bangga dapetin sekolahan paporit meskipun penghasilan dan kemampuan membayar uang sekolah jauh lebih gede uang SPP sekolahnya,
Lebih bangga bisa ketrima di luar negeri padahal kualitas sekolah dan jurusannya lebih bagusan UGM ataupun UI,
Generasi kita gimana mau berkarakter?
Sepertinya kita ini merasa hebat jadi lulusan eropah ketimbang lulusan pesantren, hapal qur an?
Kita orang lebih suka foto background negeri eropah ketimbang background rumah tinggalnya yang deket sungai penuh dengan sampah sampah dan kumuh.

Generasi kita gimana gak suka pencitraan??
tiap hari selfi melulu,
dapetin uang puluhan juta dari ngevlog lebih menggairahkan ketimbang uang sedikit yg didapat dari nulis essay di media, generasi kita gimana gak males baca ?
Buku buku mujarobat aja lebih menarik dari buku buku filsafat?
gimana mereka tau bagaimana pemikiran jumud itu  bikin otak kita gak berkembang?
Sekalinya baca buku politik baru selembar, udah bisa nulis status seolah olah piawai menjaga dunia.

Generasi kita gimana mau bikin anak anak kita percaya diri?  jadi pemimpin aja para elitnya yang sudah berumur dipilih, bau tanah kuburan pun masih saja pingin diperpanjang? Generasi ini  gimana mau memegang estafet negara, bila setiap rezim suka skali lama berkuasa, meski tanpa menghasilkan apa apa, yg penting lama aja korupsinya...

Melihat Kedalaman Hati dg Seksama

Melihat kedalaman hati dg seksama

By. Nahdia El

Cermin itu memantul, sebagaimana wajahmu
Bila wajahmu cantik, luhur dan baik
Cermin tak menyembunyikannya
Bila wajahmu buruk dan pendengki
Cermin bisa menyembunyikannya dengan senyum tersungging
Namun hatimu, jiwamu, dan tuhanmu tidak

Kesombongan apakah yg bisa kita punguti
Dari hati yg bukan milik kita sendiri
Bila esok nanti kita mati
Tak ada pelayat yang datang
Atau sekedar anak mengajikan

Hidup yg sekejap, memandangi cinta dan harapan
Dari sebuah dunia yg gelap, bila engkau tak membuka
Kesempatan seorang ibu mengeluarkan bayi dari rahimnya yang suci

Mari kita gotong bersama mayat mayat tua yg sudah lapuk
Kita kuburkan saja
Tak perlu sedu, memandangnya bisa berkuasa
Kita berikan seluasnya
Kepada anak anak kita
Yg bersih
Laksana bayi bayi suci
Milik ibu pertiwi

MUSTHOFA BISRI 3

NUSANTARA TERBELAH

by. Nahdia El Lathief

Mbah kyai Ahmad Mustofa Bisri, tolong zikirkan kami
Mbah kyai tolong bawalah pemusik ini pergi
Mereka melagukan nyanyian permusuhan setiap hari
Mbah kyai tolong doakan kami
Anak pendosa dan yg tak mengerti berterimakasih ini
Mbah kyai lumpuhkan kami dari kesombongan usia
Sudah semakin tua
Namun hati tak bersukma

Guru,
Mengapa tak ada orang yg menuntunku
Mengajariku bagaimana memeluk musuh
Guru,
Aku tak mampu
Mengikutimu, mendengarkanmu namun setelah itu
Aku menikammu

Negeri ini sungguh telah terbelah
Warnanya pekat dan musuhnya tak sama
Warna gelap cahayanya gelap
Dan warna terang tapi tanpa cahaya
Padahal cahaya dan kegelapan bagean dari manusia

Mbah kyai tolonglah kami

And The Part of Wings

And part of my wings

Beloved brother Joaquin Dagnino

Even if you fall asleep when the people in the raid hit campane
You are rest more quietest than me
I put your leg and two feet on the hanger
Ready for punishment from God and sent me the most delicate message in my heart
From silence of
___ the Night

On the top of the sky where you are flying
With part of wings was broken
And it weighs missing the Languages
Which is not every creep
understand it

You 're disappear so quickly from my views
Thousands of mourners are stalking you
I bowed over your head
one thousand face and Parfum when one love produced
submission
Raise your voice,
Even though you are around people are rotating
defeat, drowning
____ Already

Now I do not want to talk about the truth
Any truth has long been abandoned
When
The deck is tethered
On an old woods
Times have Rotated age,
Anyone
Will be buffeted by doubts
Like the sea, the waves never anchored the ship
Truth, goodness is limited to the contested phrase
____ you guys

And my wings just the same
Broken these balance
For
Reading the horizon, dreams 's none

( Nahdia EL, 4/08/017 )