Kemerdekaan Engkau



Kemana saja Engkau sembunyikan tangismu
tak bisa engkau lupa atas nasib mereka yang lebih darimu
Warna suaramu tak berbeda saat
musim berganti

Kita duduk memandangi NYA
Bulan separuh purnama
Masih menunggu kita
Mau menyentuhnya
Atau membiarkan saja
Kemana saja engkau sembunyikan senyum manismu
setiap pemuda yang memujamu
berhenti saja
berlalu saja
disaat engkau telah menerima kemerdekaannya
kemerdekaan cinta
Lalu,
Bergantung dengan apa cinta tak memiliki tujuan
Melayang layang di udara
Merdeka_
Diciptakanan Engkau dan Aku
Seluruh Manusia didunia
saling memuja
Merdeka bagiku
Bila Engkau tidak lagi
melihatku perempuan yang tak berdaya
saat engkau meninggalkanku
di stasiun kereta
Tapi matamu
menyisakan rindu
Bulan disini pucat pasi
hanya dingin membeku
Setiap hari
Kaki serta tubuh kita yang semakin tua
Tak bisa bilang
Ini kewajiban biasa
memaknai kemerdekaan adalah hak
bukan kewajiban
Kutinggalkan dulu
Harapan Kemedekaan bangsaku yang menggunung
Kutunggu udara
Datang menyampaikan pesan
Pada bulan yg tak pernah menunggu
Kecuali ditinggal
Sang pejuang
( munich, 5:58—memori kemerdekaan )

t.a.h.a.j.u.d


aku selalu menaruh kepalaku lebih rendah dari bahuku,
itu karena kepalaku lebih berat dari bahasaku
saat Engkau menafikan meniadakanku
aku hancur
seperti 
partikel kecil di dalam sel
atau gravitasi yang menerima berat
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak
dari bumi dan semestamu
Engkau menarik benda-benda ke arah pusat bumi
Engkau menerima seluruh sujud umat mu
tak melihat dia beragama
atau tidak
berhajat
tak berhajat
kesetiaanmu simbul keanggunan MU
keperawanan MU 
akulah pengagum MU 
setiap melata
yang merobek
malam 
dengan kasih sayang MU

Sajak untuk GM



Kayu dan batu batu yang diangkut sendiri oleh tangannya sudah dimasukkan ke dalam tungku. Apinya tak lagi menjilat jilat angkasa
Namun abunya memutih
asapnya membumbung tinggi ke tata surya
menggambar cinta


Kami tak sanggup lagi
Mereka yang berkuasa
atas bicara

Kami menunggu 
sambil berzikir, alam berpihak
Tua dan perempuan bermahkota ilmu
menyatu

Adakah kalian ini tak berperasaan
melihat kami duduk berjauhan
saling merindu?

Tuhan pasti memiliki KUASA yang hebat
tak melunturkan sedikitpun sejarah peradaban
otak perempuan dan kecantikan
kecerdasan yang tersimpan
hingga cintapun mampu disembunyikan
dari para perampok
para pemerkosa makna

duuuh...
dalamnya airku membiru
teguklah
bila haus bersemedikan pilu





Kekuasaan untuk apa?


Kalian kenapa tak mau mengalah saja
duduk mengangkat dua botol wiski
mabuk bersama
riang gembira
merayakan kemenangan dan kekalahan bersama
tak perlu sedu sedan begitu, kekuasaan untuk apa
toh yg dimulyakan satu
kalian tetap saja sengsara
hidup dibawah perintah
mending bebas begini seperti aku
terbang kesana kemari menikmati hidup
bebas bak burung mau bermigrasi
kadang mengelompok itu nyaman
tapi kadang memuakkan
sesak dan berurutan
kalian kenapa tak mau berbagi saja
berbagi kekalahan
berbagi kemenangan
untuk apa diperebutkan
hidup ini cuma sekali
tak perlu susah susah mengabdi sang raja
sang raja yg kau ciptakan sendiri
dengan darah sisa
darah saudara
darah anyir hasil korupsi
makar bersama
atau kelicikan politik masa lalu
yg di bungkam oleh isu

Aku nanti akan merindukan ini


Aku nanti akan merindukan ini, suasana dan tempat yg bersahaja
Sebentar saja aku tinggalkan semoga
Karena rumahku adalah rumahmu jua
Aku tak sebahagia dirimu, yg kemana mana kau tunjukkan cinta
Tapi aku tau aku punya rasa setia
Kalau tak setia
Aku tak akan pernah bertahun tahun meninggalkan tempat dan makanan yg kusuka
Hanya untuk sendirian mengerami pengetahuan
Kalau aku tak setia
Aku tak pernah mengalah kepada siapapun
Memberaki wajahku setiap kali engkau menafikan keadaanku
Kalau aku tak setia
Tentu kuganti ganti kekasih seperti menaruh pajangan di etalase
Aku tak memiliki yg kau miliki
Kemasyuran
Kealiman
Umat yg banyak
Pengaruh
Perempuan
Bahkan untuk jatuh hatipun aku tak miliki nyali
Setiap lelaki yg datang meminang
Aku cuma diam
Diam karena sebenernya didalam ruhku
Tak ada apa apa kecuali Engkau
Satu
Mungkin nanti aku akan merindukan ini
Merindukan suara tak berwujud
Merindukan wajah tak berbentuk
Merindukan satu nama
Tak bernama
Ketika membisu
Membeku
Diam
Dingin
Batu
Aku hanya tempat orang orang minta pertolongan
Dan
Pengharapan
(Munich, 27/03/2019 : 8.26)

KALAU SAJA


Kalau saja waktu bisa ku ukur dg 
Kinematik planar, 
Jauhnya putaran perubahan tak kubutuhkan
Sejengkal putaran perasaan
Lembutnya hati
Mengguncang se isi
Kepalaku yg tak pernah diam

Kalau saja aku berhenti disini
Bukan berarti
Tak mencari
MU
Aku masih saja bicara lewat lukisanku
Atau saat aku membaca buku
Aku bisa dg mudah membayangkan wajahmu

Pilihanmu menyingkir adalah paling rumit
Dimengerti oleh langit
Semestinya kita terima saja
Hati dan jantung berlarian mengejarku
Tersengal
Atau
Membisu hingga fajar
Membangunkan matahari

Bila saja 
Aku cukup keberanian
Menjawabmu, kawan 
Tentu hidup
Tak seberat rindu
Bertatapan

Ini hanya dunia semu 
Yg dikuliti luka tak bernama
Bila engkau sudah menyingkir begitu saja
Dari hingar bingarnya
Engkau telah memenangkannya 
Juga telah
Mengalahkanku
Dg satu pukulan telak


.

Den Haag, 26/02/19_ 12.55

Bulan di sepenggalan bumi Eropa


Warna suaramu tak berbeda saat
musim berganti
Kita duduk memandangi NYA
Bulan separuh purnama
Masih menunggu kita
Mau menyentuhnya
Atau membiarkan saja

Bergantung dengan apa cinta tak memiliki tujuan
Melayang layang di udara
Manusia saling memuja
Indahnya tiada tara

Bulan disini pucat pasi
Hanya dingin membeku
Setiap hari
Kaki serta tubuhku yang semakin tua
Tak bisa bilang
Ini kewajiban biasa

Kutinggalkan dulu
Harapan menggunung
Kutunggu udara
Datang menyampaikan pesan
Pada bulan yg tak pernah menunggu
Kecuali ditinggal
Sang pejuang

( munich, 5:58—20/01/2019 )

POST ISSUES

Paskah 2025

✍️