Sendiri



Duniaku sepi
Warna tubuhku biru
Hatiku berhenti
Tak ada pemujaan
Tak perlu kerinduan

Jalanku lurus
Tak lagi mendaki
Mataku kupejamkan
Tak liar tak gentar

Karna dipilih sendiri
Makan sendiri
Hidup sendiri
Sedih sendiri
Tertawa sendiri
Sepi sendiri
Mati sendiri
Cinta sendiri
Sendiri itu pasti
Tak butuh 

Tak dikasihani

Mustofa


Mustofa, tolong zikirkan kami
Mustofa, tolong bawalah pemusik ini pergi
Mereka melagukan nyanyian permusuhan setiap hari
Mustofa, tolong doakan kami
Anak pendosa dan yg tak mengerti berterimakasih ini
Mustofa, tolong lumpuhkan kami dari kesombongan
usia Negerimu sudah semakin tua
Namun hati tak bersukma
Mustofa, Mengapa tak ada orang yg menuntun kami
Mengajariku bagaimana memeluk musuh
Mustofa, Aku tak mampu Mengikutimu,
mendengarkanmu namun setelah itu Aku menikammu
Negeri ini sungguh telah terbelah
Warnanya pekat dan musuhnya tak sama
Warna gelap cahayanya gelap
Dan warna terang tapi tanpa cahaya
Padahal cahaya dan kegelapan bagean dari manusia  
Mustofa adalah, lelaki yg dengan setia mencintai istri
mustofa adalah wajah yg sangat sempurna dalam diam
Ketika ku merasa begitu sangat cemburu sebagai pencari makna
Mustofa takpernah memperlihatkan guratan kepandaian yg bisa di jual seperti yg lainnya
Ataupun mengambil kesempatan buat kemahsyuran
Mustofa aku mengikutimu, mengikuti langkahmu setiap waktu
Kakek namun energinya akupun kalah
Bahkan dalam ilmu bathiniah
Akupun tak ada apa apa
Apalagi ilmu cinta dan kesetiaan
Ketika aku merasa bhwa ilmuku berguna
Aku malu membaca wajahmu
Ketika aku merasa paling suci
Aku malu melihat cahaya hatimu
Ketika aku merasa paling setia
Aku kalah bersaing denganmu,
oh mustofa   Engkau guru yg tak pernah kutemui
MemelukMU, dg hati penuh rindu Disanalah Musthofa ,
ingin kutitipkan cinta Putih, tenang dan bercahaya
MemandangMU musthofa dari jauh Lautan rindu lautan cinta
Dari negeri yg membuatku merana
Aku ingin pulang segera MenemuiMU
Belajar tentang Hidup denganmu,
berdiri disemua sisi Dan arah mata angin
Meski, Tetap ada bumi yg rela dipijak setiap hari
Namun, Musthofa Tak pernah melukai siapa saja
Mustofa,  Absyir Binailil Muna Nuurul Jamaali Badaa  Min Wajhi  asy Syamsil Hudaa
 ( germany, 15/05/2018 )

Dan Sayapku yang Sebagian



Walau engkau tertidur saat orang berame rame memukul kentongan
Tidurmu adalah istirahat yang paling sunyi
Sengaja aku memasung dua kakiku ditiang gantungan
Siapatau Engkau datang malam ini mengirimkan pesan terakir sebelum ku mati

halus hatimu
hening rinduku

___ Malam

Dipuncak  langit dimana sayap
Kau terbangkan
Dengan luka yg patah sebagean
Dan beratnya atas rindu  pertemuan
pada Bahasa yang tak setiap melata menggunakan

Engkau terus menghilang
begitu cepat
Ribuan pelayat menguntitmu
Aku tertunduk memunguti ingatan
Wajah manismu, saat  cinta menghasilkan ketertundukan
tegar suaramu,
Meski disekelilingmu orang orang menggilir ludah
Mencaci kekalahan

____ Sudah

Kini aku tak mau bicarakan kebenaran
Kebenaran apapun  sudah lama ditinggalkan
Ketika
Geladak  ditambatkan
Pada sebuah kayu tua
Zaman sudah Menggilir usia,
Siapapun
Akan diterpa oleh keraguan
Seperti laut,  ombaknya tak pernah melabuhkan kapal
Kebenaran, kebaikan sebatas kalimat yg diperebutkan

____ Hilang

sayapku yg hanya tinggal sebagean
Merusak keseimbanganku
Untuk
Membaca rindu

___ di Hatimu

cc. Kamal Fata
      Farhani El'arofah
      El Jabar

(* nahdia El Lathief alias Hasti Nahdiana, penulis, pengajar, Architect dan Penyair yg pernah menulis dan dibukukan bersama WS Rendra dan NH dini dalam anthology puisi berjudul inilah saatnya, diterbitin oleh penerbit pustaka ilmu )

LIMBUNG



Menangislah dalam perihnya ibu melahirkan
Ayah adalah kerinduan
Rinduku padanya tak henti henti
Rindu tiada terperi
Terasa sebentar saja hidup dalam masa
Allah...
Aku limbung
Tiada berdaya

Air mata manusia bisa jadi penanda
Menetes deras
Kehidupan itu berjalan
Kasih itu hilang
Dan tak kutemukan yang sama
Setelah sekian lama berjalan

Luluh lantak
Hancur berserak

Kalau tiba waktuku
Aku mau menunggu
Engkau
Mengambilku

PUISI KESEDIHAN



Seribu tahun aku tak lagi berpuisi
Kuputuskan turun dari semeru
Puncak pertapaan diam
Aku menyentuh kalian
Karena kalian sudah tidak mampu menjaga kemerdekaan

Kalau kalian tetap memilih bodoh
Dengan berkata kata
Kalau kalian sudah tidak kupercaya
Maka besok akan kugotong mayat penyair

Penyair, sastrawan, seniman, budayawan
Mari berkumpul di dadaku
Politisi, rakyat, pejabat sudah berseteru
Bibirnya penuh asap kemenyan
Anak anaknya bernafas dengan bau amis ikan

Seribu tahun sudah kuhentikan bahasa rayuan
Namun kalian melahirkan bahasa baru untuk mengabdi syaitan
Tidak kah engkau melihat :
Bumi yg hijau ini merana dipangkuan?

( Puisi buat kebangkitan 2016 )

MUSTHOFA 1



MemelukMU, dg hati penuh rindu
Disanalah Musthofa , ingin kutitipkan cinta
Putih, tenang dan bercahaya
MemandangMU musthofa
dari jauh
Lautan rindu lautan cinta
Dari negeri yg membuatku merana
Aku ingin pulang segera
MenemuiMU
Dan menanammu benih
Di hatimu
Musthofa sudah kuzikiri setiap hari
Andai KAU tau itu
Hidup berdiri disemua sisi
Dan arah mata angin
Itu tidak mudah
Tetap ada bumi yg rela dipijak setiap hari
Namun,
Musthofa
Rinduku kadung bergelora
SuaraMU tak surut
Memanggil manggil namaku
Bila kupeluk ENGKAU nanti
Dipelabuhan antar zaman
Kuciumi ENGKAU sebelum pagi
Sebelum rentetan kecemburuan tiba

AL QUDS



Cintaku di kota kudus
Adalah cinta yang pernah kau tinggal sendirian
Bersama darah, aku KAU SALIB
Untuk menyelamatkan umatku
Untuk mengembalikan cinta

Cintaku dikota Palestina, seperti menggema
Bersanding dengan para suhada cinta
Mengobarkan panji panji dan bendera

Andai saja bayi mungil dan anak kecil yang baru saja kau bunuh tadi sore
bisa meminta dihidupkan kembali
Mungkin dia hanya ingin kota nya dibiarkan merdeka
Dimiliki semua umat manusia
tanpa diperebutkan lagi
Tanpa berdarah darah lagi

Namun kitab suci
Sudah menuliskan
Hari akir akan datang segera
Ditaman quds akan tumbuh lebih banyak lagi rumput liar

Cintaku di kota yaman
digempur dua dajjal yang banyak diikuti oleh orang suci di negeriku
Meminum darah saudaranya
Teringat aku umat saleh
Pemberani
Umar khadafi

POST ISSUES

Paskah 2025

✍️