PUISI UNTUK ANIS DAN AHOK


Kita yang kehilangan seteru abadi dikaki bukit ini, mungkin wajah itu sudah dibuang habis dipadang musim
Hanya aku yang mengibarkan pertarungan batin
Bukan umbul umbul perkawinan
Sejak lama manusia desa berubah rubah menanam rumput di ladang
Kadang onak dibakar abis hingga menghitam
Kadang dibiarkan gatal dimakan serangga penghisap darah
Namun aku masih saja melihat kalian penuh cinta
Tanpa ku korek masa silam hanya untuk menuai suara
Pada umumnya tak ada satupun manusia yg tak punya cela
Kalau itu kau untit dan kau cari cari celahnya

Aku suka menempatkan diriku sebagai orang tua
Bukan gadis remaja yang sedang jatuh cinta
Sebagai orang tua tentu tak akan berkata anakku anis lebih hebat dari ahok
Namun pasti aku akan mengatakan pada kalian ayo ahok berprestasilah jangan mau kalah dengan anis
Begitulah aku akan selalu menjadi orang tua, ketika musim semi tiba

Kita yang kehilangan seteru sejati dari dahulu kala
Tak sadar beribu ribu tahun beternak ulat dan tambah menggila
Ulat partai yg gemuk dan berliur
Seperti menggembalakan banteng liar dipadang savana
Rumputpun habis karena terlalu banyak dan beranak pinak, tak cukup sudah kandangnya, terlalu sempit
Kalau pun harus membuat kandang binatang ternak yang lebih besar lagi, aku butuh rumahmu
Rumah tetanggaku
Rumah rumah tuhanmu
masjid dan gereja

Bahkan buat menabung suara tahun 2018
Ridwan kamilpun ikut membuat kandang cepat cepat
Karna memang
Beternak binatang piaraan seperti kuda, banteng dan babi
Memang memabukkan
Apalagi bisa buat tunggangan
Meski harus membuat satu kandang lagi
Tak cukup sudah satu pilihan, harus lebih besar lagi
Engkau butuh rumahku
Rumah tetanggaku
Rumah anak yatim
Rumah rumah Tuhanku
Masjid dan gereja

Puisi ini untuk kalian
Yang gamang memilih seteru
Seterumu bukan anis apalagi ahok
Seterumu adalah dirimu sendiri

SANG PECINTA 2



Kalau engkau menolakku kekasihku,
Kemana akan kubawa rindu
Jika engkau memalingkan muka
Kemana akan kudapatkan Pengetahuan tentangNya
Bila engkau tak merengkuh kegelisahanku,
Dimanakah kan kusembunyikan detak jantungku
Dibawah cahayaMU
Aku
Membawa harapan
Untuk pecinta

MUSTHOFA BISRI 2



Rinduku duh Rinduku
Semakin pecah
Rinduku padamu
Rindu para penghisap darah
Rinduku duh rinduku
Rindu para penyamun
Perampok negerimu

Cintaku padamu duh sang maha pemilik Rindu
Rindu dan rinduku menundukkan amarah di kalbu

Engkau masih kudzikiri
Meski aku tak pernah KAU temui
Rinduku
Duh Guru
Rindu pertapa suci

Tak ada seorangpun yang bisa mengajari orang
kehilangan
Pada MU, sang wahid
Mata, hati dan tubuh mereka mati
Getaran haluspun tak bernadi
Benar benar mati
Benar benar mati
Benar benar mati
Guru
Bagaimana
Aku menghidupkan kembali?

BANGSA YG TERLUKA



Tidak ada lagi sapaan lembut malaikat rahman
Pada facebooker dan pecinta sosmed
Atau mereka yg gelisah di jalan jalan para pendemo
Yang ada degup genderang perang
Yang ditabuh sang pecinta
Dua sisi

Kehilangan teman setiap hari
Kehilangan bangsa sendiri
Kehilangan senyum setiap hari
Mengisi amunisi tiada henti

Kehidupan ini begitu kering
Air mata dan kebencian begitu nyata
Orang orang semakin suka mengikat tangannya dengan tali
Terus mendorong temannya untuk berkelahi
Atau menggiring mereka kepinggir jurang

Sudah,
Sayup sayup aku dengar
Para tentara meninggalkan pasukannya
Dia sang raja tak lagi berdaya
Diam seribu basa disandera oleh kuasa

Dan
Gelombang pemilik modal
Atau alien yang berdatangan bak lebah
Yang tak memiliki hak buat mewakili nama bangsa ini
Masih disandingkan oleh puja dan puji citra
Bahkan rela lacurkan gadis perawanmu
Ditukar dengan kehormatanmu
Kedigdayaan melawan musuhmu

Oooh..... hidup bumiku pertiwi
Tinggal seujung jari
Sekarat
Dan mati

Kita melihat ada obatnya
Namun kita mengacuhkannya
Sepertinya melukai diri sendiri sudah menjadi pilihan negeri ini
Dibandingkan melepaskan mereka
Dengan new federalisme
Tapi bahagia dan harapan
Nyata

Lebih baik memilih mati dan terluka
Namun gema gema dan bendera NKRI harga mati diperebutkan kita tiada tara
Menjadi simbol yang tak terpahami

Hanya sihir
Dan idiom yang tak termaknai
Masih kau amini
kembali diikat bersama sama
Dengan kawat dan suara derap kaki pasukan bersenjata
Membabi buta
Menembaki bayi bayi yg tumbuh tiada dosa
Ritme nya seperti suara mesiu
Tapi kadang kadang seperti mantra

DIHATIKU, ADA



Tulisan itu lebih tajam dari suara yang dibunyikan
Mungkin itu, dalam setiap karyaku, tak pernah kutanam nama
Namun dalam setiap syairku,
Aku berubah menjadi serigala, kukencingi pulau pulau
Buat penanda;
Bahwa aku pernah kesana

Engkaupun akan menemukan sebatang dahan yang lapuk
Rayap dan ngengat sudah lama mengerat
Tidak cuman tikus selokan

Di hatiku ada
Semua yang kau mimpikan
Tinggal engkau memanggilnya

Jangan engkau berharap
Benteng yang kokoh berdiri ditengah
Kota, tiba tiba menghampiri kesatria
Yang ada, engkau yg mengetuk
Di hatiku, ada
Pintu
Kubuka

Kemudian, penyamun, penipu, pezina, perampok uang, penjilat, dan penjarah kata kata
Bersolek bak anak kecil yg tak lugu lagi
Dijarah kebencian
Karena ulah peranakan yg kehilangan percaya diri
Membabi buta
Mencolok mataku

Dihatiku, masih ada
Sebongkah kesabaran
Kesadaran
Siap melahirkan
Ribuan anak muda
Petarung
Bertanding
Tanpa menjarah
Kata kata
Yang lahir di dinding kehancuran sebuah bangsa

Beginilah Generasi Kita



Generasi kita gimana gak jadi pembully?
Orang tua aja kerjannya sudah membully anak sendiri,
tiap kali ujian tiba, anak sudah diplototi belajar,
pulang skolah yg ditanya nilaimu berapah..
ketimbang sudah sholat belum,
nilai turun sedikit banding bandingin dengan anak tetangga.

Generasi kita gimana gak akan berebut kekuasaan?
Baru masuk TK aja, anak sudah di ajarkan bagaimana berebut kursi paling depan
Generasi kita gimana mau diperhitungkan?
Setiap kali orang tua bangga dapetin sekolahan paporit meskipun penghasilan dan kemampuan membayar uang sekolah jauh lebih gede uang SPP sekolahnya,
Lebih bangga bisa ketrima di luar negeri padahal kualitas sekolah dan jurusannya lebih bagusan UGM ataupun UI,
Generasi kita gimana mau berkarakter?
Sepertinya kita ini merasa hebat jadi lulusan eropah ketimbang lulusan pesantren, hapal qur an?
Kita orang lebih suka foto background negeri eropah ketimbang background rumah tinggalnya yang deket sungai penuh dengan sampah sampah dan kumuh.

Generasi kita gimana gak suka pencitraan??
tiap hari selfi melulu,
dapetin uang puluhan juta dari ngevlog lebih menggairahkan ketimbang uang sedikit yg didapat dari nulis essay di media, generasi kita gimana gak males baca ?
Buku buku mujarobat aja lebih menarik dari buku buku filsafat?
gimana mereka tau bagaimana pemikiran jumud itu  bikin otak kita gak berkembang?
Sekalinya baca buku politik baru selembar, udah bisa nulis status seolah olah piawai menjaga dunia.

Generasi kita gimana mau bikin anak anak kita percaya diri?  jadi pemimpin aja para elitnya yang sudah berumur dipilih, bau tanah kuburan pun masih saja pingin diperpanjang? Generasi ini  gimana mau memegang estafet negara, bila setiap rezim suka skali lama berkuasa, meski tanpa menghasilkan apa apa, yg penting lama aja korupsinya...

Melihat Kedalaman Hati dg Seksama



Cermin itu memantul, sebagaimana wajahmu
Bila wajahmu cantik, luhur dan baik
Cermin tak menyembunyikannya
Bila wajahmu buruk dan pendengki
Cermin bisa menyembunyikannya dengan senyum tersungging
Namun hatimu, jiwamu, dan tuhanmu tidak

Kesombongan apakah yg bisa kita punguti
Dari hati yg bukan milik kita sendiri
Bila esok nanti kita mati
Tak ada pelayat yang datang
Atau sekedar anak mengajikan

Hidup yg sekejap, memandangi cinta dan harapan
Dari sebuah dunia yg gelap, bila engkau tak membuka
Kesempatan seorang ibu mengeluarkan bayi dari rahimnya yang suci

Mari kita gotong bersama mayat mayat tua yg sudah lapuk
Kita kuburkan saja
Tak perlu sedu, memandangnya bisa berkuasa
Kita berikan seluasnya
Kepada anak anak kita
Yg bersih
Laksana bayi bayi suci
Milik ibu pertiwi

POST ISSUES

Paskah 2025

✍️