By. Nahdia El
Dari sekian perjalananku menuju tua
Aku hidup dengan kekuatan akalku menolak kelayakan dusta yang terbagi dengan kompromi
Dari sekian jalanku menuju mati
Aku melobangi luka dengan kekalahan
Dari berjalanku di pusaran asa aku bertasbihkan sholawat dengan cinta yang membara
Dengan berhentinya waktu seandainya Tuhan berbelas kasihan kepada bangsaku yang tak pernah belajar dari kebodohan
Bagiku ini kehinaan
Bagi mereka ini suka cita yang musti dimeriahkan
Bagiku ini kemunduran
Bagi rakyat yang mana ini adalah hasil dari pemujaan
Duuuh kekasihku yang kulukiskan dalam diam yang hampir sulit memilihkan warna
Untuk mengenangMU
Kasihinilah bangsaku ini
Yg memilih pemimpin yang lupa dimana dia harus terus memilihkan pilihan
Padahal pilihan itu adalah kebebasan
Tapi kelopaknya kau rontokkan hingga batang yg membugil
Mana bisa pilihan dipilihkan
Atas nama mursyid
Atas nama guru
Atas nama habib
Atas nama orang orang fana yg dikultuskan
Dari berjalannya waktu hanya engkau satu yang tersisa
Seorang yg sholeh melenggang biasa
Tak pernah sekalipun ucapanmu menggiring massa
Hanya kau senyumi dan bicara lirih padaku
“Biarkan saja….
“Biarkan saja mereka
Mungkin dengan memberinya mahkota diatas tumpukan kotoran kuda
Kemudian yang salah jadi benar
Yang batil jadi biasa
Yang memalukan jadi yang membutakan
Yang mengotori demokrasi jadi yang menyenangkan
Yang membuatmu malu jadi yang membanggakan
Itu menjadi sejarah negeri ini
Seperti halnya matahari
Meninggalkan ufuknya
Berganti malam
Yang gulita
……… toh tetap ada kita yg mendoakan
Agar awan gelap hilang selepas subuh mengumandangkan.
Amin.