Aku dan Ibu



Ibu,
Engkau pengganti wajah Ayahku
Senyummu adalah mata air jernih yg mengaliri gurun
Ibu wajahmu tercantik dari bingkai wajah dunia
Yg melapisi darah putra putrinya dg cinta dan pesona

Bila aku jauh darimu
Seperti Engkau jauhkan aku dari perkasanya Ayah
Nasehatmu menjadikan tanganku menjadi sayap elang
Mengitari dunia tanpa rasa takut
Bila aku merasa letih
Karena hidup
Maka perisai doamu menjadikanku angin yg bertiup
Lembut dan menyelinap disetiap kawan yg membutuhkan

Ibu,
Akupun Ibu
Yang memiliki cakra MU
Dan bila anakku menjadi besar
Cakarku sudah menancap kuat di Bumi
Dan kubiarkan generasi yg kulahirkan menjadi elang
Ibu tak pernah menunggu anaknya kembali buat membahagiakannya
Ibu tak pernah berharap anak menghidupinya
Setiap Ibu yang lahir adalah perkasa
Pelindung Alam semesta

(22 des 2016, di hari Ibu)

Rakyat membatik berkumpullah



Puisi ini kuukir kuat dg hati ketika melihat engkau menari dihatiku
Terasa bergetar mencium bau malam sehari
Menorehkan lukisan bagai menegaskan hasrat dan cinta suci
Aku sudah jatuh sejak engkau bangun  dan menggelar kain putih disisi tungku
Dari sanalah awal satu titik
Dari lintasan garis cakrawala kerinduan, yg hinggap disaat manusia sekarang tak tau bagaimana menuliskan keindahan
Kalian sudah
Beribu ribu warna hati dan keinginan
Zikir abadi
Dikumpulkan
karena MU
Sang pemahat dan pembatik cinta

Aku tau
Dibelahan bumi mana engkau sedang membangun negeri ini
Aku tau
Diruang mana engkau isi warna warna yg terang
Sebelum kau jemur di padang ilalang
Kau larutkan hatiku luruh bersama gema nafasmu
Harapan

Aku sudah memahami puisi batikmu
Dibelahan benua sana dengan memakainya
Bukankah begitu manusia sekarang tak lagi melihat tanganmu yg coklat
Manusia sekarang tak lagi memakai baju penuh warna keindahan
Mereka kembali menyukai kain putih juluran
Seolah hidup semuanya kosong
Tanpa zikir dan cinta
Dan kesabaranmu melukisku

Puisiku Masih Buat Engkau


Aku tau engkau sedang terluka
Lelakiku diujung senja
Meski kau tak pernah sadari dimalam dan siang hari
Aku menciptakan puisi
Lukisan indah yg kusembunyikan dari sini
Bagai masterpiece karya architecture ku yang tak terjual
Oleh murahnya harga kelamin saat ini
Mari kesini, kukecup lukamu barusan
Engkau terlalu jauh berlari menjauhiku
Mendekati yang lebih mempesona dari cinta
Aku masih diam membisu
Tak beranjak dari tempatku duduk dulu
Bangku tua dekat jembatan dibatas kota
Engkau genggam tanganku
Dan berbicara
Batas kota dan peradaban akan memisahkan kita
Untuk waktu yg sangat lama
Dan aku mengangguk
Berjanji tak akan menghitungnya

DOA UNTUK NU



Ya Allah, hentikanlah kalau engkau bisa menghentikan
Carut marut negeriku ini
Manusia berduyun duyun membawa bara api
Membakar rumahnya sendiri
Ya Allah, turunkanlah udara sedingin salju di eropa
Tuk memulihkan udara yang panas di dalam kota
Anak anak beramai ramai mencaci ibunya
Betapa sedihnya negeriku penuh luka

Ya Allah, aku tak butuh ulang tahun kalau begini
Bila umurku yg tua, 91 tahun. Namun jiwaku masih kerdil
Aku malu dg usiaku tanpa busana

Ya Allah, mengapa bangsaku menjadi beringas
Baru kulihat di jamanku, orang bekelahi tak dilerai
Namun dipinjami pisau
Terus bagaimana dengan jaman anakku nanti ?
Baru kulihat di jamanku, orang suka melihat saudaranya teluka, tidak kau obati
Namun kau tambai air cuka sambil tertawa
Terus bagaimana dengan jaman anakku nanti ?

PUISI UNTUK ANIS DAN AHOK


Kita yang kehilangan seteru abadi dikaki bukit ini, mungkin wajah itu sudah dibuang habis dipadang musim
Hanya aku yang mengibarkan pertarungan batin
Bukan umbul umbul perkawinan
Sejak lama manusia desa berubah rubah menanam rumput di ladang
Kadang onak dibakar abis hingga menghitam
Kadang dibiarkan gatal dimakan serangga penghisap darah
Namun aku masih saja melihat kalian penuh cinta
Tanpa ku korek masa silam hanya untuk menuai suara
Pada umumnya tak ada satupun manusia yg tak punya cela
Kalau itu kau untit dan kau cari cari celahnya

Aku suka menempatkan diriku sebagai orang tua
Bukan gadis remaja yang sedang jatuh cinta
Sebagai orang tua tentu tak akan berkata anakku anis lebih hebat dari ahok
Namun pasti aku akan mengatakan pada kalian ayo ahok berprestasilah jangan mau kalah dengan anis
Begitulah aku akan selalu menjadi orang tua, ketika musim semi tiba

Kita yang kehilangan seteru sejati dari dahulu kala
Tak sadar beribu ribu tahun beternak ulat dan tambah menggila
Ulat partai yg gemuk dan berliur
Seperti menggembalakan banteng liar dipadang savana
Rumputpun habis karena terlalu banyak dan beranak pinak, tak cukup sudah kandangnya, terlalu sempit
Kalau pun harus membuat kandang binatang ternak yang lebih besar lagi, aku butuh rumahmu
Rumah tetanggaku
Rumah rumah tuhanmu
masjid dan gereja

Bahkan buat menabung suara tahun 2018
Ridwan kamilpun ikut membuat kandang cepat cepat
Karna memang
Beternak binatang piaraan seperti kuda, banteng dan babi
Memang memabukkan
Apalagi bisa buat tunggangan
Meski harus membuat satu kandang lagi
Tak cukup sudah satu pilihan, harus lebih besar lagi
Engkau butuh rumahku
Rumah tetanggaku
Rumah anak yatim
Rumah rumah Tuhanku
Masjid dan gereja

Puisi ini untuk kalian
Yang gamang memilih seteru
Seterumu bukan anis apalagi ahok
Seterumu adalah dirimu sendiri

SANG PECINTA 2



Kalau engkau menolakku kekasihku,
Kemana akan kubawa rindu
Jika engkau memalingkan muka
Kemana akan kudapatkan Pengetahuan tentangNya
Bila engkau tak merengkuh kegelisahanku,
Dimanakah kan kusembunyikan detak jantungku
Dibawah cahayaMU
Aku
Membawa harapan
Untuk pecinta

MUSTHOFA BISRI 2



Rinduku duh Rinduku
Semakin pecah
Rinduku padamu
Rindu para penghisap darah
Rinduku duh rinduku
Rindu para penyamun
Perampok negerimu

Cintaku padamu duh sang maha pemilik Rindu
Rindu dan rinduku menundukkan amarah di kalbu

Engkau masih kudzikiri
Meski aku tak pernah KAU temui
Rinduku
Duh Guru
Rindu pertapa suci

Tak ada seorangpun yang bisa mengajari orang
kehilangan
Pada MU, sang wahid
Mata, hati dan tubuh mereka mati
Getaran haluspun tak bernadi
Benar benar mati
Benar benar mati
Benar benar mati
Guru
Bagaimana
Aku menghidupkan kembali?

POST ISSUES

Paskah 2025

✍️